Sudah jam 23.30. Sambil menunggu rasa kantuk datang, iseng saya nonton breaking news di Fox Channel. Materi berita yang di-run di stasiun itu masih seperti hari-hari sebelumnya. Usulan bailout industri otomotif di AS, follow up pertemuan G20, kebakaran di California, konfirmasi soal kebenaran isu Hillary Clinton sebagai Secretary of State, dan berbagai berita lain seputar krisis.
Tapi ada satu berita yang menarik perhatian saya. Tadi malam, para reporter Fox di lapangan sedang melakukan live report dari berbagai lokasi untuk melaporkan rencana pertemuan Obama dan McCain. Pertemuan itu sendiri dijadwalkan berlangsung jam 12.00 siang waktu setempat di Chicago (Jam 12 malam WIB – tadi malam).
Ini adalah tatap muka pertama diantara keduanya sejak Pemilu 4 November lalu. Keduanya diberitakan sepakat duduk satu meja dan mendukung jalannya pemerintahan mendatang yang efektif.
Pertemuan itu sebetulnya terlihat basa basi, tetapi tetap saja berita itu mengusik perhatian saya.
Sampai sehari sebelum Election Day, black campaign dari kedua kubu begitu gencar dilakukan – melalui iklan TV, email, blog, Facebook, Friendster, sampai lewat Youtube. Model kampanye saling serang dan menjatuhkan seperti itu terlihat begitu panasnya. Tensi terasa begitu tinggi. Menariknya, masyarakat cukup menikmatinya di media.
Masih segar dalam ingatan saya saat berkesempatan meliput Primary terakhir di Montana, awal Juni lalu. Pertempuran yang sebetulnya lebih berat bagi Obama ketika harus berkompetisi dengan Hillary Clinton untuk mendapat tiket dari DNC (Democrat National Committee). Ketatnya persaingan antara kedua kubu saat itu bahkan sempat memunculkan kekhawatiran perpecahan di Partai Demokrat.
Saya sempat meliput langsung Bill Clinton yang berkampanye untuk istrinya di satu aula SMA di Missoula, Ibukota Montana.
Hasil akhirnya sudah kita ketahui bersama. Kerja keras Presiden yang turun karena impeachment itu tak banyak membantu. Hillary kalah. Di salah satu bar di kota kecil itu digelar pesta perayaan atas kemenangan Obama. Sepintas saya melihat beberapa orang terduduk lesu di pinggir jalan. Mereka adalah para pendukung Hillary.
Tapi, perpecahan yang ditakutkan rupanya tidak terjadi. Hillary dengan cepat mengakui kekalahannya dan meminta supporter-nya memberikan dukungan ke Obama. Tidak ada bentrok antar pendukung.
Dua pekan sebelum Election Day saya berada di Washington DC. Media terus menerus memberitakan persaingan antara Obama-McCain. Sebagian dikemas dalam bingkai krisis keuangan. Kedua kubu semakin agresif berkampanye. Tetapi, publik tenang-tenang saja. Sejauh pengamatan saya, bentuk dukungan, harapan, simpati paling-paling hanya keluar dari obrolan di jalanan, atau di kafe-kafe. Diluar itu, kehidupan terlihat seperti biasa saja.
***
Tadi siang, saya baru saja meliput rapat konsultasi antara Pimpinan DPR dengan Ketua-Ketua Fraksi yang membahas rencana renovasi ruang kerja anggota Dewan yang seluruhnya menelan dana Rp33,4 miliar. Ada fraksi yang menolak, ada yang sikapnya tidak jelas. ”Sesuai prinsip demokrasi, kami menyerahkan keputusan ini kepada masing-masing anggota Fraksi kami,” ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis.
Tadi saya juga menulis berita soal digelarnya delapan sidang kasus sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi, termasuk Pilkada Jawa Timur, kabupaten Cirebon, Gorontalo Utara, Talaud, Biak Numfor, Luwu, sampai kabupaten Wajo.
Ketika sedang membuat catatan ini, saya kembali mendapat pesan singkat dari humas MK. Rupanya jadwal sidang untuk besok: Sidang sengketa hasil Pilkada Kabupaten Tanah Bumbu, Donggala, Makasar, dan Polman.
Penyelenggaraan Pemilu di negeri ini memang masih perlu terus dibenahi.
Tetapi, dengan berbagai kebrobrokan AS, dan dengan berbagai keunggulan yang kita miliki, rasanya kita juga masih perlu belajar keras untuk ’menerima kekalahan dengan gagah’ sebagai nilai paling dasar dalam berdemokrasi. Mumpung 2009 sudah di depan mata. Semoga belum terlambat. Salam.
Monday, November 17, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

No comments:
Post a Comment