Monday, November 24, 2008
Masa kerja BRR di Nias selesai bulan depan
Sampai akhir 2008, aset publik yang telah diselesaikan BRR kapitalisasinya telah mencapai Rp2,21 triliun. Sebanyak Rp1,25 triliun dari seluruh aset publik tersebut sudah diserahterimakan.
Direktur BRR regional Nias William P Sabandar mengatakan selama tiga tahun beroperasi, BRR tidak hanya fokus pada pekerjaan rekonstruksi dan rehabilitasi infrastruktur pasca gempa, tetapi juga sekaligus upaya pengentasan kemiskinan.
”Pada saat mau keluar, kita sudah duduk bersama dengan pemerintah kabupaten dan provinsi untuk mengantar proses transisi ini dengan baik,” ujarnya kemarin.
Menurut William, dari total dana yang masuk untuk BRR Nias sekitar Rp5,7 triliun, baik dari pemerintah maupun melalui donor, sampai akhir 2008 sebanyak 89,6% Key Performance Indicator (KPI) yang dikerjakan di Nias telah tercapai. Sebanyak 4,93% KPI pencapaiannya masih di bawah 75%.
Dari data yang dikeluarkan BRR, pekerjaan yang belum diselesaikan antara lain tempat pembuangan akhir sampah, rumah dinas dan paramedis Puskesmas, serta Balai Pengujian Benih Rusak Ringan.
William menjelaskan yang dilakukan BRR di Nias menjelang selesai masa tugasnya pada bulan depan adalah berkonsentrasi menyelesaikan proses transfer aset.
Aset publik yang telah dibangun antara lain berupa 409 km jalan raya, bangunan sekolah, rumah sakit, kantor pemerintah, pelabuhan, hingga bandara.
Pembangunan jalan provinsi yang ditargetkan harus diselesaikan BRR sepanjang 469 untuk jalan provinsi dan 310 km untuk jalan kabupaten, dimana yang sudah terbangun adalah 267 km.
Seluruh aset yang sudah dibangun tersebut akan dikembalikan pengelolaannya kepada pemda maupun instansi terkait lainnya.
Sedangkan aset non publik akan dikembalikan langsung pengelolaannya ke masyarakat setempat, seperti rumah, pelatihan keterampilan, hingga modal bergulir.
Menurut William, dari rekonstruksi rumah sebanyak 19.000 unit yang dimandatkan, sebanyak 20.000 unit rumah sudah dibangun selama masa kerja BRR. ”Tingkat huniannya sangat tinggi, sebab pembangunannya langsung melibatkan masyarakat.”
Dia mengatakan sejauh ini proses transfer aset berjalan lancar. Yang dikhawatirkan akan menjadi kendala setelah transfer berjalan adalah komitmen dan kapasitas dari pemerintah daerah untuk mengoperasikan berbagai fasilitas yang sudah selesai dibangun tersebut.
Tuesday, November 18, 2008
JK: Indonesia belum bisa bicara banyak
"Harus diakui, GDP kita masih di bawah 1% dari total GDP dunia," ujarnya dalam diskusi tentang Economic Outlook 2009 yang digelar BNI di Hotel Shangri La, pagi ini.
Dengan kondisi tersebut, Indonesia memang dapat memberikan pandangan dan gagasan terhadap solusi penyelesaian krisis, tetapi secara ekonomi belum dapat banyak berbicara, lanjutnya.
Meski begitu, Wapres menyambut baik dan optimistis terhadap hasil pertemuan negara-negara G20.
Yang dapat diharapkan Indonesia menurut dia adalah agar perekonomian dunia segera membaik, dimana Amerika Serikat dan Eropa dapat segera mengatasi krisis.
Dengan begitu, kinerja ekspor RI dapat segera membaik, sektor riil pulih, dan likuiditas kembali normal.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetyantono menilai adanya pertemuan G20 menunjukkan bahwa negara maju seperti AS dan Eropa sudah tidak mampu mengatasi krisis sendirian.
"Mereka sadar harus ada upaya bersama untuk mengatasi krisis global kali ini," ujarnya.
Monday, November 17, 2008
Belajar Kalah
Tapi ada satu berita yang menarik perhatian saya. Tadi malam, para reporter Fox di lapangan sedang melakukan live report dari berbagai lokasi untuk melaporkan rencana pertemuan Obama dan McCain. Pertemuan itu sendiri dijadwalkan berlangsung jam 12.00 siang waktu setempat di Chicago (Jam 12 malam WIB – tadi malam).
Ini adalah tatap muka pertama diantara keduanya sejak Pemilu 4 November lalu. Keduanya diberitakan sepakat duduk satu meja dan mendukung jalannya pemerintahan mendatang yang efektif.
Pertemuan itu sebetulnya terlihat basa basi, tetapi tetap saja berita itu mengusik perhatian saya.
Sampai sehari sebelum Election Day, black campaign dari kedua kubu begitu gencar dilakukan – melalui iklan TV, email, blog, Facebook, Friendster, sampai lewat Youtube. Model kampanye saling serang dan menjatuhkan seperti itu terlihat begitu panasnya. Tensi terasa begitu tinggi. Menariknya, masyarakat cukup menikmatinya di media.
Masih segar dalam ingatan saya saat berkesempatan meliput Primary terakhir di Montana, awal Juni lalu. Pertempuran yang sebetulnya lebih berat bagi Obama ketika harus berkompetisi dengan Hillary Clinton untuk mendapat tiket dari DNC (Democrat National Committee). Ketatnya persaingan antara kedua kubu saat itu bahkan sempat memunculkan kekhawatiran perpecahan di Partai Demokrat.
Saya sempat meliput langsung Bill Clinton yang berkampanye untuk istrinya di satu aula SMA di Missoula, Ibukota Montana.
Hasil akhirnya sudah kita ketahui bersama. Kerja keras Presiden yang turun karena impeachment itu tak banyak membantu. Hillary kalah. Di salah satu bar di kota kecil itu digelar pesta perayaan atas kemenangan Obama. Sepintas saya melihat beberapa orang terduduk lesu di pinggir jalan. Mereka adalah para pendukung Hillary.
Tapi, perpecahan yang ditakutkan rupanya tidak terjadi. Hillary dengan cepat mengakui kekalahannya dan meminta supporter-nya memberikan dukungan ke Obama. Tidak ada bentrok antar pendukung.
Dua pekan sebelum Election Day saya berada di Washington DC. Media terus menerus memberitakan persaingan antara Obama-McCain. Sebagian dikemas dalam bingkai krisis keuangan. Kedua kubu semakin agresif berkampanye. Tetapi, publik tenang-tenang saja. Sejauh pengamatan saya, bentuk dukungan, harapan, simpati paling-paling hanya keluar dari obrolan di jalanan, atau di kafe-kafe. Diluar itu, kehidupan terlihat seperti biasa saja.
***
Tadi siang, saya baru saja meliput rapat konsultasi antara Pimpinan DPR dengan Ketua-Ketua Fraksi yang membahas rencana renovasi ruang kerja anggota Dewan yang seluruhnya menelan dana Rp33,4 miliar. Ada fraksi yang menolak, ada yang sikapnya tidak jelas. ”Sesuai prinsip demokrasi, kami menyerahkan keputusan ini kepada masing-masing anggota Fraksi kami,” ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis.
Tadi saya juga menulis berita soal digelarnya delapan sidang kasus sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi, termasuk Pilkada Jawa Timur, kabupaten Cirebon, Gorontalo Utara, Talaud, Biak Numfor, Luwu, sampai kabupaten Wajo.
Ketika sedang membuat catatan ini, saya kembali mendapat pesan singkat dari humas MK. Rupanya jadwal sidang untuk besok: Sidang sengketa hasil Pilkada Kabupaten Tanah Bumbu, Donggala, Makasar, dan Polman.
Penyelenggaraan Pemilu di negeri ini memang masih perlu terus dibenahi.
Tetapi, dengan berbagai kebrobrokan AS, dan dengan berbagai keunggulan yang kita miliki, rasanya kita juga masih perlu belajar keras untuk ’menerima kekalahan dengan gagah’ sebagai nilai paling dasar dalam berdemokrasi. Mumpung 2009 sudah di depan mata. Semoga belum terlambat. Salam.
Friday, November 14, 2008
Stok menumpuk, Krakatau Steel pangkas produksi
Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil mengungkapkan penurunan volume produksi terpaksa dilakukan BUMN tersebut karena telah terjadi kelebihan pasokan baja di pasar (over stock).
”Produksi PT Krakatau Steel saat ini sudah terlalu banyak. Padahal pasar domestik sudah penuh,” ujarnya di Bandara Halim Perdana Kusumah seusai melepas keberangkatan rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Amerika Serikat dan Amerika Latin, hari ini.
Dia menjelaskan penurunan tingkat permintaan baja dari pasar ekspor terjadi sebagai dampak dari krisis keuangan global.
Namun Sofyan menegaskan keputusan untuk menurunkan produksi baja tersebut hanya bersifat sementara mengingat stok yang sudah terlalu banyak.
Bersamaan dengan itu, dia menjelaskan saat ini upaya penting yang dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan industri baja nasional adalah dengan menciptakan kebijakan pengawasan perdagangan baja impor secara lebih ketat sehingga produk baja impor ilegal dan baja hasil dumping tidak masuk ke pasar Indonesia.
”Dengan langkah tersebut, kebutuhan baja di dalam negeri akan dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri juga.”
Dari catatan Bisnis diketahui sejak bulan lalu sedikitnya tiga produsen baja nasional telah mulai memangkas produksi. Langkah itu dilakukan menyusul merosotnya konsumsi domestik akibat terhentinya sejumlah proyek infrastruktur dan perumahan.
Selain PT Krakatau Steel, produsen baja lain yang menurunkan produksi adalah PT Essar Indonesia dan PT Gunung Garuda. Ketiganya akan memangkas produksi 20%-25% pada kuartal IV/2008.
Penurunan konsumsi produk baja dalam negeri tersebut diketahui telah diikuti dengan meningkatnya penggunaan produk impor dari China yang harganya lebih murah oleh konsumen.
Konsumsi baja pada kuartal IV/2008 diprediksi hanya mencapai 800.000 ton - 1 juta ton dibandingkan dengan konsumsi pada kondisi pasar normal yaitu sekitar 1,5 juta ton -1,6 juta ton per kuartal. Total produksi perusahaan baja nasional pada periode tersebut diperkirakan menyusut jadi 750.000 ton dari total 1 juta ton per kuartal.
Sunday, October 5, 2008
Waiting for SBY action
The meeting will also involve Central Bank, Chamber of Commerce leader, banking people, analyst, and many other related stakeholders.
We will see what will be President action in facing the condition. Will there any real step to be made? We will see.
Friday, May 30, 2008
Thursday, May 29, 2008
Laila tak mampir di New York, begitu juga saya

Sayangnya, selain Laila, tampaknya saya juga bakal tak mampir di New York. Jadwal saya di DC padat sekali. Rasanya harus punya banyak waktu untuk bisa jalan ke New York dari DC.
Tapi mungkin juga tak perlu ke Central Park. Saya juga bisa lihat banyak taman di sini. Bahkan begitu membuka jendela kamar. Selemparan batu dari kamar sudah ada Farragut Square Park.
Kecil memang, jauh lebih kecil dari Taman Menteng ciptaan Bang Yos. Mungkin cuma sebesar Bunderan HI.
Tapi cukuplah untuk sebuah taman, lengkap dengan pohon, tupai, dan burung. Memang tidak seindah kota-kota di Eropa, seperti Kassel, Gotingen, Hannover, Zurich, atau Innsbruch yang jauh lebih klasik, yang selalu dipenuhi burung merpati (Saya tidak masukkan Paris karena terlalu kumuh).
Bangku-bangku di taman kota DC juga banyak ditiduri para homeless, sebagian besar negro, latin, atau Chinese, belum pernah ketemu yang dari Indonesia. Toh itu tidak mengurangi keindahan kota DC.
Saya jadi ingat ke ribuan kilometer dari tempat saya sekarang, ke Jakarta.
Tidak heran, beberapa waktu lalu seorang wartawan AFP (dari Inggris kalo nggak salah) yang mampir ke Jakarta sempat membuat fitur tentang Ibukota kita dengan sangat menyedihkan.
Dengan sangat menyesal, saya kira dalam beberapa hal dia menulis dengan benar. Jakarta cuma punya dua city park, Monas dan Taman Menteng. Yang lain fungsinya hanya basa-basi. Pusat interaksi warga kota sudah beralih ke mal-mal.
Dia masih mencatat banyak indikator lagi yang menjadikan daya saing jakarta dengan kota-kota metropolitan lain di dunia menjadi sangat rendah. Tentunya termasuk transportasi publik yang masih memprihatinkan.
Kebetulan, pesawat dari Minnesota ke DC yang saya tumpangi beberapa waktu lalu terbang agak rendah. Saya jadi bisa lihat dengan jelas lansekap Amerika Serikat yang masih dipenuhi hutan. Tak jauh beda kalau kita lihat dari Google Earth.
Bagaimana dengan Indonesia? Laju deforestrasi sangat menyedihkan. Sebagian memang karena ulah negara maju, tapi tentu kita sendiri yang punya tanggung jawab lebih besar.
Ah sudahlah. Tak banyak berguna memaki negeri sendiri. Mudah-mudahan saja ada yang memulai.
Salam,
Monday, May 26, 2008
Tuesday, March 11, 2008
SBY warns ministers to concern on budget
“Mr Yudhoyono asks his economic ministers to keep control the revised annual budget during his journey abroad,” said president’s spokesperson Dino Patti Djalal in Halim Perdanakusuma Airport, yesterday.
President is leaving Indonesia during 10 days and scheduled to visit Iran, Senegal, South Africa, and Uni Emirates Arab.
Along with the president are Secretary of State Hatta Rajasa, Foreign Minister Hassan Wirajuda, Trade Minister Marie Pangestu, dan Religion Minister Maftuh Basyuni.
Also join the group is Senate Vice Chairman Irman Gusman, some parliament members, and Chairman of Chamber of Commerce MS Hidajat.
According to Coordinating minister of economic Boediono, President asks his economic team in cabinet to take action to anticipate the prices increasing on some products in foreign market.
Thursday, January 3, 2008
Peta Jalan Bali masih sisakan banyak catatan
NUSA DUA, Bali: Peta Jalan Bali yang berhasil disepakati Konferensi Perubahan Iklim dinilai masih menyisakan banyak catatan. Sebagian delegasi dan kalangan LSM menilai forum itu belum menghasilkan kesepakatan yang maksimal.
Delegasi RI pada Konferensi Para Pihak ke-13 UNFCCC sendiri menyatakan kepuasannya terhadap hasil akhir yang dicapai konferensi tersebut.
Keputusan Australia untuk meratifikasi Protokol Kyoto dan komitmen AS untuk ikut dalam komitmen penurunan emisi gas rumah kaca pasca 2012 dinilai merupakan keberhasilan penyelenggaraan COP-13.
“Hasil ini sudah melampaui target yang kita tetapkan,” ujar Ketua Delegasi RI Emil Salim kepada Bisnis di Bandara Ngurah Rai, sesaat setelah konferensi ditutup.
Bagi Indonesia, keputusan politik dua negara itu diharapkan dapat mendorong efektivitas penurunan emisi gas rumah kaca dalam skala global.
Menurut dia, Protokol Kyoto sebelum ini sudah berhasil memasukkan negara-negara Eropa dalam kesepakatan penurunan emisi gas rumah kaca, tetapi belum berhasil mengikat AS dan Australia karena kedua negara itu menolak meratifikasi.
Akibatnya, 40% dari CO2 yang dihasilkan kedua negara itu selama ini tidak dapat dikendalikan oleh kesepakatan Protokol Kyoto.
Dengan bergabungnya Australia, berarti emisi karbon yang belum dapat dikendalikan menjadi lebih kecil lagi prosentasenya. Apalagi jika komitmen AS nanti benar-benar dilaksanakan.
Dia menilai perubahan sikap Australia dan melunaknya sikap AS dalam konferensi perubahan iklim sudah dapat dikatakan sebagai suatu kemajuan yang sangat pesat.
Namun, menurut dia, selama George Bush masih menjadi presiden, posisi AS masih belum akan berubah. Perubahan sikap delegasi AS dalam konferensi UNFCCC terjadi karena gencarnya tekanan dari sebagian besar negara di forum tersebut.
Belum memuaskan
Meski begitu, keputusan akhir yang dicapai COP-13 itu sebetulnya belum memuaskan banyak pihak, bahkan sebagian delegasi sendiri. Kalangan LSM juga memberikan banyak catatan terhadap perkembangan di Nusa Dua.
Direktur Eksekutif WALHI Chalid Muhammad menilai COP-13 ditutup dengan hasil yang tidak maksimal karena substansi persoalan terkait dengan kesepakatan penurunan emisi GRK pada negara maju tidak berhasil dicapai.
Terkait sikap negara maju, dia mengatakan seharusnya sejak awal Indonesia dapat membangun blok yang kuat untuk mengatasi tarik ulur AS dan negara-negara Annex 1, karena strategi semacam itu sebetulnya sudah dapat dibaca sejak awal.
Bagi Indonesia, kesepakatan Peta Jalan Bali harus menghasilkan langkah konkrit segera setelah konferensi ditutup, yaitu terkait dengan upaya pengelolaan hutan dan lingkungan secara lebih baik.
Jaringan LSM Oxfam juga membuat sejumlah catatan terhadap isu mitigasi, adaptasi, transfer teknologi, maupun pendanaan yang dicapai COP-13.
Dalam hal mitigasi, Bali Roadmap dinilai sudah memberi jalan terhadap langkah ke depan penurunan emisi.
Namun, keputusan Australia untuk meratifikasi Protokol Kyoto dan komitmen AS untuk jangka panjang masih diragukan dapat mengurangi emisi karbon secara global.
COP-13 juga belum berhasil menyepakati besaran penurunan emisi gas rumah kaca pada negara-negara maju pasca 2012.
Di dalam negosiasi Protokol Kyoto, kisaran reduksi emisi 25%-40% hanya merupakan referensi, bukan target konkrit.
Terkait dana adaptasi, komitmen pada Bali Roadmap dinilai masih belum cukup untuk mendukung kebutuhan adaptasi pada negara berkembang. Negara maju juga tidak terikat mandat untuk menjalankan komitmen itu.
Dalam soal transfer teknologi, meski dicapai kemajuan dalam menjalankan program strategik dan pengembangan teknologi, tetapi Bali Roadmap masih belum cukup memberikan jaminan kepada negara miskin untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan.
Di sisi lain, Bali Roadmap juga menghasilkan kemajuan dalam komitmen pendanaan oleh negara maju, tetapi komitmen itu juga belum bersifat mengikat.


